September 22 2020
Equityworld Futures Semarang - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pertengahan perdagangan Rabu (9/9/2020), hingga menyentuh level terlemah dalam lebih dari 3 bulan terakhir.
Sentimen pelaku pasar yang sedang memburuk membuat rupiah yang merupakan mata uang emerging market tertekan, di sisi lain dolar AS diuntungkan karena menyandang status safe haven.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,07%, tetapi dalam hitungan menit sudah masuk ke zona merah. Depresiasi rupiah berlanjut hingga 0,61% ke Rp 14.850/US$ yang merupakan level terlemah sejak 18 Mei lalu.
Pada pukul 12:00 WIB, posisi rupiah sedikit membaik di Rp 14.830/US$, melemah 0,47% di pasar spot.
Tanda-tanda rupiah akan melemah tajam sudah terlihat sejak kemarin malam, ketika bursa saham AS (Wall Street) mengalami aksi jual masif, khususnya sektor teknologi. Indeks Nasdaq ambrol 4,11%, S&P500 -2,78% dan Dow Jones -2,25%.
kunjungi
PT. Equityworld Futures | Perusahaan Investasi Berjangka
Ambrolnya Wall Street memberikan hawa negatif ke pasar global, bursa saham Asia pun berguguran. Dalam kondisi tersebut, rupiah yang merupakan mata uang emerging market menjadi kurang diuntungkan.
Sementara itu dari dalam negeri, data penjualan eceran (ritel) terus mengalami kontraksi.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Ritel (IPR) mengalami kontraksi 12,3% pada Juli 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Penjualan ritel belum bisa lepas dari kontraksi selama delapan bulan beruntun.
Bahkan pada Agustus 2020, BI memperkirakan penjualan ritel masih turun dengan kontraksi IPR 10,1% YoY. Dengan begitu, rantai kontraksi penjualan ritel kian panjang menjadi sembilan bulan berturut-turut.
Merosotnya penjualan ritel tersebut semakin menguatkan prediksi jika Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020, rupiah pun makin tertekan.
news edited by Equityworld Futures Semarang